Feb 10, 2015

Operator Sekolah? Siapa Takut

Sebetulnya saya sangat bersyukur karena selain mengajar, saya juga di percaya rekan-rekan guru untuk menjadi operator sekolah. Walaupun perjalan untuk menjadi operator sekolah itu gak semulus ukiran Jepara, cuma saya cukup bangga dengan tugas tambahan ini. Pada awal-awal saya menjadi operator, rasa canggung dan takut kalau salah selalu ada di benak saya. Gimana gak ngerasa canggung dan takut coba? Karena urusan sertifikasi rekan-rekan dipertaruhkan. Seakan-akan cair atau gak sertifikasi ada di tangan seorang operator sekolah.

Saya teringat dulu pas pertama kali rapat operator di Dinas Pendidikan, saat itu Pak Hartoyo (kepala sekolah) duduk disamping saya. Iya, saat itu mungkin beliau ngerasa duduk disamping Pak kusir yang sedang mengendalikan sinyal modem supaya baik jaringannya. Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk...

Karena ini adalah pengalaman pertama, saya jadi ngerasa grogi. Keringat mengucur deras dari dahi sampai masuk kedalam mata kaki, hidung saya kembang kempis, jari tangan gemetar, perut keroncongan. Sial!!!, ini pasti gara-gara tadi pagi gak sarapan.

Beliau selalu mengingatkan saya untuk memperhatikan petunjuk yang diberikan petugas dari Dinas Pendidikan. Beliau sendiri terlihat khawatir juga kalau saya gak paham dengan penjelasan dari petugasnya. Kalau dipikir-pikir lagi, beliau aja ngerasa cemas. Tapi kenapa beliau dan rekan-rekan setuju-setuju aja memilih saya untuk menjadi operator sekolah.
Hmmm... ini pasti ada apa-apanya. Ada batu dibalik udang.

Pasti ada beberapa hal yang cukup membuat mereka awalnya percaya kalau saya mampu mengemban tugas ini, seperti:

Pertama, saya yang paling muda, jadi saya masih energik untuk memainkan tombol-tombol keyboard. Dan mau bersenang hati lembur ngerjain data-data yang ada.

Kedua, saya yang paling muda, jadi saya lebih mampu menguasai komputer dari pada rekan-rekan saya yang tiap sebulan sekali nyemir rambut biar terlihat hitam.

Ketiga, saya yang paling muda, jadi saya masih bisa lari ke Dinas kapan aja. Gak takut hujan badai yang menghadang di depan.

Keempat, saya yang paling muda, jadi paling muda dan paling tampan. *Abaikan. Perasaan semuanya gara-gara umur. *Biarin

Alasan umur dan penguasaan komputer lah yang menjadi pertimbangan beliau dan rekan-rekan saya. Mau sekeren apapun penguasaan ilmu komputer yang dimiliki kalau udah menyangkut uang dan masa depan rekan-rekan, tetep aja saya menciut.

Tetapi untungnya kepala sekolah dan rekan-rekan saya ini baik-baik, mereka selalu memberi dukungan untuk saya. Mungkin itulah yang membuat saya jadi semangat sampai sekarang menjadi operator sekolah.

Ya... walaupun dulu-dulunya saya ngerasa gak adil. Bisa dibayangkan kalau sertifikasi gak keluar saya yang diuber-uber. Kalau sertifikasinya lancar saya yang jadi pikiran, soalnya banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul di otak saya. Apa mereka nantinya lupa gitu aja, apa saya harus pura-pura ikhlas, gimana mau semangat jadi operator sekolah kalau tiap sertifikasi keluar pada tutup mata.

Ternyata pemikiran itu semua salah, Allah memang maha adil. Gak tahu kenapa saya ngerasa kalau selalu diberi kemudahan dan kelancaran segala urusan. Ini ada hubungannya atau gak, saya juga kurang tahu. Tapi itu memang yang saya rasakan.

Saya pernah nulis status di grup operator sekolah kalau pekerjaan ini kurang perhatian khusus, karena terasa gak adil. Kita yang mati-matian ngisi data, orang lain yang dapet sertifikasi malah lupa.
Tiba-tiba aja ada yang komentar untuk bekerja ikhlas dan anggap saja tujuannya beribadah. Saya gak balas komentarnya, cuma saya juga langsung berpikir keras. Apa iya saya harus ikhlas?

Kemudian saya mencoba ikhlas, dan memberi sugesti kepada diri saya sendiri agar tetap semangat. Tujuan saya beribadah, membantu rekan saya, saya percaya kalau suatu saatnya nanti saya akan menuai hasilnya juga. Dan akhirnya sampai sekarang saya merasa telah menuai hasil kerja saya. Setiap rekan-rekan saya menerima sertifikasi mereka semua berterimakasih kepada saya, dan selalu “memberikan uang bensin.” Dulu saya selalu mengaharapkan hal seperti inilah yang akan saya terima. Tapi sekarang semua itu jadi gak penting lagi. Saya hanya meminta do’a dari mereka untuk saya dan keluarga saya, agar saya bisa tetap menjadi pegawai yang amanah dan bertanggung jawab dengan pekerjaan ini.

Tapi menurut saya, jadi operator sekolah itu menyanangkan. Menambah teman, wawasan kita juga bertambah luas, dan yang terpenting saya bisa internetan sepuasnya. Tiap bulan operator dapet jatah beli kuota, dapet fasilitas modem dan leptop. Hmmm... gimana gak enak.
Apalagi hobi ngeblog saya ini butuh yang namanya leptop dan modem seisi-isinya, bisa dibilang sambil menyelam minum air.

Kalau ditanya mau jadi operator sekolah?
Jawab aja “SIAPA TAKUT...!!!”

Sumber gambar : Google

Artikel Terkait