Feb 9, 2015

Manfaat Pujian Untuk Anak

Saya mempunyai seorang murid, sebut saja namanya Adung (Anak badung). Sengaja saya samarkan demi kebaikannya dimasa depan. Dia punya kebiasaan mengusili teman-temannya, kalau gak ngusilin sampai nangis dia kayaknya belum ngerasa puas. Guru kelasnya juga sering cerita saat kita semua berkumpul di dalam kantor sembari mengistirahatkan murid-murid. Beliau bilang kalau Adung anak yang kurang ajar, susah diatur, ditambah dia itu bodoh.

Memang saya sendiri juga melihat langsung tingkah polah si Adung ini, live didepan  mata kepala saya langsung.
Beberapa kali dia sering berulah, dari nakut-nakutin teman-temannya dengan seekor ular, ngumpetin seragam olahraga, dan sering berkata-kata kotor. Teman-temannya pun gak terlalu kaget sama sifatnya Adung.

Saya sebagai guru olahraga yang terlanjur tampan stok terakhir sampai dibuat jengkel sama ulahnya Adung. Hampir saya berpikir kalau anak orang ini, ngapain saya sibuk ngurus satu anak orang yang bandel dan gak bisa diatur.

Tibalah satu waktu saya mendapatkan hidayah saat membaca buku di perpustakaan yang mengulas tentang cara menghargai murid dengan pujian. Sesaat saya baca buku itu dengan serius sambil menutup mata. Setengah jam kemudian saya terbangun, meraba-raba buku yang tadi saya pegang untuk saya baca. Saya lanjutkan niat untuk membaca buku tadi yang sempat kepotong karena ketiduran.

Saya langsung menghela nafas, melihat ke atas, dan mengucek-ngucek kedua mata saya.
Ada kalimat yang ngena banget diperasaan saya setelah membaca buku ini. “Masuk dari pintu mereka, keluar dari pintu kita.”
Saya jadi termotivasi, apa benar seorang murid yang bandel kayak si Adung gak punya kelebihan yang bisa dia tunjukkan.

Beberapa hari kemudian saat kelas 5 olahraga, itu artinya si Adung pasti akan melancarkan hal-hal licik lagi sama temen-temennya lagi kayak biasanya. Dan ternyata benar dugaan saya, pas mereka saya bariskan untuk melakukan pemanasan. Adung langsung melorotin celana teman yang berdiri tepat di depannya. Saat itu saya masih diam, bukan karena takut kalau Adung bakalan melorotin celana saya juga.

60 menit saya habiskan untuk memberi materi, setelah selesai seperti biasa anak laki-laki main sepak bola. Saya juga ikut mengawasi mereka dengan menjadi wasit, kalau gak diawasi semua pasti udah ditendangi sama Adung. Dia fans berat Indonesia Super League, pantes aja kalau dia selalu terinspirasi. Untungnya pas saya jadi wasit gak dikejar, cuma digigit aja si sama dia.

“Wasit!!! Kakiku ditendang, ni kanan sama kiri ampe kepisah.”
“Dung, kaki kanan sama kiri kan emang pisah.”
“Ah... gak pecus jadi wasit”. Sambil gigit pantat saya.

Saya lihat-lihat Adung jago juga main bolanya, terutama kalau dia jadi penjaga gawang. Lompat sana, lompat sini. Gerakannya udah mirip kayak katak, tangannya lengket kayak kaki cicak.
Sekilas saya membayangkan hewan berbentuk katak dengan kaki-kaki cicak. Wuidih... ini hewan kalau beneran ada pasti bentuknya unyu banget.

Saya meniup peluit panjang sebagai tanda pertandingan selesai, Adung lari kearah saya untuk protes lagi. Saya gak hitung sudah berapa kali dia protes, masih untung gak saya kasih kartu merah bertuliskan “Selamat Tahun Baru Imlek.”

Saya ajak Adung ngobrol, di depan kelas. Saya bilang kalau mainnya keren, udah kayak pemain bola profesional. Saya tawarkan dia untuk ikut seleksi POPDA cabang sepak bola. Terlihat mimik muka dia langsung berubah, muka-muka cerah berkilau, dan putih merona langsung terlihat. Semua stretch mark hilang seketika.

“Dung, besok ikut seleksi POPDA ya?.”
Adung cuma mengangguk itu tandanya dia mau ikut seleksi.
“Yaudah, besok bawa sepatu bola. Jangan lupa sepatu bola, bukan sepatu kuda.”
“Iya Pak.”

Keesokan harinya Adung ikut seleksi dan gak disangka dia lolos, walaupun cuma jadi pemain cadangan. Dua kali tim sepak bola latihan Adung terlihat bisa menyesuaikan dengan tim, walaupun sifat nakalnya masih terlihat ditengah lapangan. Cuma sekarang masih bisa saya kontrol dengan baik.

Selama latihan saya sering ngobrol sama Adung, bisa dibilang dari hati ke hati. Saya nasehati dia biar berubah jadi anak yang ada “gunanya” kelak. Saya arahkan dia untuk menjadi anak yang membanggakan sekolah dan teman-temannya, terutama orang tuanya. Kasihan kalau orang tuanya sering keluar masuk kantor sekolah gara-gara ulah anaknya.

Total ada 3 pertandingan POPDA cabang sepak bola yang kami jalani, Adung hanya saya mainkan 1 kali, itu pun 5 menit terakhir. Selesai pertandingan dia protes, gara-gara sampai final dia hanya main  sekali dan hanya 5 menit. Saya senyum dan membesarkan hatinya.

“Coba bayangkan kalau sisa 5 menit berjalan lawan bisa membalikkan keadaan. Itu adalah strategi membunuh waktu yang tersisa. Jangan berpikir kalau pemain cadangan itu gak penting untuk tim. Kalau tidak ada dukungan dari pinggir lapangan, teman-teman kamu pasti gak akan ada semangatnya. Dengan kamu tadi teriak-teriak memberi semangat temanmu, kamu juga ikut ambil andil yang besar terhadap tim ini. Dan hasilnya bisa kamu rasakan, kita juara. Kita lolos dari tingkat kecamatan. Kepala sekolah juga nonton tadi, lihat kamu main. Kamu sekarang bisa membuktikan kalau kamu bisa berprestasi bukan.”

Adung terdiam kemudian salim sambil mencium tangan saya.

Dari kejadian ini, akhir-akhir ini Adung gak kayak Adung yang dulu. Itu yang saya lihat pas saya ngajar kelas 5. Gak tahu juga kalau guru kelasnya ngerasin juga apa gak.
Kesimpulannya adalah, ada baiknya seorang guru memberikan pujian. Karena ada beberapa manfaat yang bisa didapat untuk guru terhadap seorang murid yang dipuji. Salah satu manfaat pujian adalah:


1. Kita bisa menunjukkan penghargaan atas semua upaya murid kita.
2. Selalu memastikan perilaku baiknya terus diulang-ulang.
3. Akan ada hubungan yang lebih dekat dengan komunikasi yang positif.
4. Memberikan kepercayaan dan pengakuan.

Pujian adalah untuk memberikan pengertian kalau semua anak memiliki kelebihan. Bisa terbukti bukan, pujian bisa mengubah perilaku siswa. Bahkan untuk anak yang nakal pun bisa berubah karena merasa diperhatikan atau dihargai. So... tunggu apa lagi...



Sumber gambar : Google

Artikel Terkait