Saya dan istri sudah terbiasa berbagi tugas mengerjakan semua pekerjaan rumah, bisa dibilang kami kompak dalam menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga. Jika tidak begitu pasti istri saya yang kedodoran sendiri. Tetapi uniknya, saya di rumah mendapatkan tugas yang menurut saya tidak ada sisi maco dan gahar sama sekali. Menyetrika.
www.pulsk.com
Dilihat dari sudut manapun seorang laki-laki yang berwajah abstrak dengan kulit maskulin menyetrika bajunya sendiri, ditambah baju anak dan istrinya. Setrika dan semprotan kispray yang selalu siap di tangan, tidak bisa membuat saya terlihat maco dan gahar. Iya memang dalam berumah tangga, apalagi kami adalah orang rantau membutuhkan kerjasama yang baik. Dipikir-pikir lagi semua pekerjaan di dalam rumah tangga memang terkesan cocoknya hanya untuk perempuan.
Nyapu, ngepel, nyuci baju, bersih-bersih rumah, nyetrika. Semua pekerjaan itu aneh jika dilakukan seorang laki-laki. Rasanya seperti menikah tapi tanpa seorang istri. Atau mungkin istri saya mencoba mengeksploitasi kemampuan saya dalam menyetrika. Karena setiap saya selesai menyetrika dia selalu memuji hasil kerja saya. Entah ini kebetulan, atau hanya menghibur saya agar besok mau menyetrika lagi?
Harusnya saya bisa melakukan pekerjaan rumah yang lebih dari sekedar menyetrika, seperti angkat genteng saat hujan bukan akat jemuran saat hujan. Pasti dengan naik ke atap rumah bisa mengangkat harkat dan martabat saya sebagai kepala rumah tangga. Dilihat tetangga juga lebih keren dari pada nyetrika.
Tidak terasa sudah satu tahun kami di Jepara dan dalam satu tahun itu saya sudah berteman akrab dengan yang namanya setrika. Tidak bisa dihitung lagi saya menyetrika berapa kali, kulit maskulin saya terkena setrika berapa kali, dan kesetrum setrika yang konslet. Jam terbang saya dalam menyetrika ternyata sudah lumayan tinggi.
Untungnya saya hidup dijaman serba moderen, tidak terbayang jika saya lahir lebih cepat. Dimana setrika masih belum menggunakan mesin, masih menggunakan arang. Bisa-bisa saya menyetrika sambil bakar sate, dagingnya dari daging tangan saya yang terkena arang. Kemudian isti saya yang pegang kipas untuk mengipasi satenya. Satu tahun berjalan rumah tangga kami berjalan dengan bahagia karena pasti anggota tubuh saya sudah tidak lengkap lagi.
Saya termasuk jenis suami yang tidak mempunyai nyali besar di hadapan istri. Dulu saat kami pacaran, saya boleh berbangga karena sempat berjaya. Nyali saya besar untuk mengatur dia. Setelah menikah dan mempunyai anak, keadaan terbalik. Saya tidak berani macam-macam, salah-salah saya bisa tidak mendapatkan jatah. Iya jatah makan maksudnya. Dia kan yang punya kendali penuh.
Kalimatnya memang selalu meminta tolong, seperti minta tolong bantu jemur baju, minta tolong bantu nyapu rumah, dan minta tolong bantu nyetrika. Meminta tolongnya sedikit “maksa”. Bisa terlihat dari tatapan matanya yang sangat tajam. Istri saya memang keren. *Kalimat terakhir itu jujur, paling tidak saya masih bisa tidur di dalam kamar.